Senin, 10 September 2012

Pengolahan Bahan Pustaka MODUL 8


MODUL 8
PENGELOLAAN SARANA TEMU KEMBALI INFORMASI

1. PENGOLAHAN FISIK BUKU
            Semua kegiatan yang menyangkut pengolahan buku adalah untuk mempermudah sistem penyimpanan dan pengambilan kembali buku baik bagi pemakai perpustakaan maupun bagi pustakawan. Pengolahan buku meliputi pembuatan wakil ringkas buku seperti katalog dan pengolahan fisik buku.
            Nomor panggil merupakan tanda buku yang menunjukkan tempat penyimpanan suatu buku di rak dan skaligus untuk membedakan dari buku-buku lainnya di perpustakaan. Penentuan simbol nomor panggil tergantung dari sistem penyimpanan buku di rak. Beberapa komponen dalam menentukan simbol nomor panggil adalah nomor kelas baik nomor DDC, UDC, atau LCC tergantung sistem klasifikasi yang dipakai, dan nomor buku.
            Ada dua sistem pembuatan nomor buku, yaitu (1) menggunakan Tabel Cutter, (2) menggunakan tiga huruf pertama tajuk entri utama. Dan sebagai unsur pembeda selanjutnya adalah tanda judul dan tanda kopi serta jilid. Untuk membedakan jenis lokasi ataupun jenis koleksi, seperti untuk koleksi referens bisa ditambahkan R di atas nomor panggil yang telah ditetapkan.
            Pengolahan fisik buku meliputi slip tanggal kembali, kantong buku, dan kartu buku. Perlengkapan ini diperlukan untuk ketertiban dan kelancaran administrasi peminjaman buku. Dalam menyiapkan perlengkapan fisik buku, perlu diketahui terlebih dahulu sistem peminjaman yang diterapkan pada perpustakaan tersebut. Selain untuk kepentingan administrasi peminjaman, kartu buku dan slip tanggal kembali bisa digunakan untuk melakukan evaluasi koleksi perpustakaan misalnya untuk mengetahui keterpakaian koleksi.
            Kegiatan selanjutnya adalah pengerakan buku, yang disusun berdasarkan nomor panggil. Untuk memberitahukan pengguna akan buku baru, perlu dilakukan display buku terlebih dahulu.

II. TEKNIK PEMBUATAN KATALOG
            Kegiatan pengindeksan yang dilakukan di perpustakaan menghasilkan sarana temu kembali yang berupa (1) susunan koleksi bahan pustaka, dan (2) katalog perpustakaan sebagai wakil ringkas koleksi bahan pustaka.
            Tujuan utama katalog perpustakaan ialah membantu pengguna perpustakaan untuk memperoleh bahan pustaka seefisien mungkin. Dengan berkembangnya aplikasi teknologi informasi, penggunaan komputer kini mampu membuat katalog dan dapat dimutahirkan secara terus-menerus, serta mampu menyusun  katalog dari sejumlah data bibliografis. Untuk keperluan katalogisasi berbasis komputer, khususnya untuk pertukaran data bibliografis, kini telah berkembang.
MARC (Machine Readable Catalogue). Kemajuan teknologi telah mengubah tujuan dan fungsi katalog menjadi lebih lengkap daripada sebelumnya.
            Teknik pengetikan kartu katalog mengikuti pola-pola yang telah diterapkan baik format, maupun penggunaan punktuasi. Sedangkan jumlah penggandaan kartu katalog tergantung keadaan buku dan kebijakan perpustakaan setempat, serta sistem katalog yang digunakan perpustakaan. Untuk sistem katalog berkelas, selain dibuatkan kartu tambahan untuk judul, subjek, pengarang lain, dibuatkan juga katalog yang disusun berdasarkan nomor klasifikasi, indeks subjek dan entri tambahan lainnya yang diperlukan, seperti shelflist. Kartu tambahan shelflist unsur-unsurnya hampir sama dengan kartu utama.
            Untuk katalog dalam bentuk OPAC penggandaan katalog tidak perlu dilakukan. Pustakawan hanya memutuskan macam pendekatan yang akan dibuat. Pendekatan melalui komputer akan lebih banyak jika dibandingkan dengan katalog kartu. Untuk itu perlu ditentukan terlebih dahulu data bibliografi yang perlu diindeks sehingga pada waktu penelusuran semua kebutuhan pengguna bisa diketahui.

III. SISTEM PENJAJARAN KATALOG
            Ada dua macam sistem katalog, yaitu (1) katalog berabjad, yang terdiri dari katalog berabjad terpadu (dictionary catalog) dan katalog terbagi. (divided catalog); (2) katalog berkelas, terdiri dari 3 susunan katalog, yaitu katalog subjek berkelas, katalog engarang – judul, dan indeks subjek. Penyusunan katalog harus didasarkan pada aturan ssesuai dengan tuntutan katalog sebagai sarana temu kembali. Sistem penjajaran harus dapat menjamin konsistensi, sehingga pembaca tidak dibuat bingung dalam melakukan penelusuran.
            Pada prinsipnya ada dua sistem penjajaran, yaitu kata demi kata dan huruf demi huruf. Pada penjajaran kata demi kata formasi kata menentukan, kata yang lebih pendek mendahului kata yang lebih panjang, bila terdapat persamaan huruf sejak di permulaan kata. Pada penjajaran huruf demi huruf yang diperhatikan adalah huruf demi huruf tanpa melihat formasi kata, artinya ruang kosong antara dua kata tidak diperhitungkan.
            Peraturan penjajaran pertama kali dibuat oleh Charles Ammi Cutter, kemudian diikuti oleh American Library Association (ALA) dan Library of Congress (LC). Peraturan yang dibuat Cutter ini pada dasarnya adalah penjajaran menurut abjad. ALA Filing Rules (1942) merupakan rangkuman terhadap berbagai peraturan penjajaran yang ada pada waktu itu. Di samping itu LC  juga membuat peraturan yang sengaja dibuat untuk keperluan LC yaitu Filing Rules for the Dictionary Catalog of the Library or Congress (1956).
            Di Indonesia sampai saat ini belum ada peraturan yang standar untuk melakukan penjajaran katalog. Dalam hal ini kita dapat menggunakan peraturan penjajaran yang disusun L.K. Somadikarta berjudul “Dasar-dasar susunan menurut abjad”, yang didasari dari peraturan ALA dan beberapa peraturan lainnya. Prinsip peraturan ini pada dasarnya adalah kata demi kata, tidak mengabaikan punktuasi dan kata depan pada permulaan kata pertama dengan beberapa perkecualian, serta beberapa ketentuan lainnya.
            Dengan adanya komputer, maka pengabjadan katalog bisa dibantu dengan komputer. Meskipun demikian perlu diketahui bahwa sesungguhnya komputer mempunyai banyak keterbatasan dalam membuat susunan berdasarkan abjad atau nomor urut. Komputer sesungguhnya hanya melakukan pengabjadan secara otomatis, sehingga perlu melakukan penyesuaian seperlunya agar tujuan dibuatnya susunan berabjad dapat dicapai.
            Untuk itu suatu prinsip yang sama untuk semua program komputer adalah bahwa bagaimanapun canggihnya suatu sistem komputer dalam mengabjad tetap perlu intervensi manusia untuk mendapatkan hasil pengabjadan yang baik dan benar. Hal ini terutama karena cukup banyak terdapat perkecualian dalam prinsip mengabjad.



By. Khaerul Anwar
Aja Klalen Ngomong KESUWUN


Tidak ada komentar:

Posting Komentar